buku / film

Never Let Me Go

Never-Let-Me-Go-movie-poster-1

Seingat gue, novel terjemahan Never Let Me Go karangan Kazuo Ishiguro (2005) terbit di tengah-tengah ramainya novel YA tahun 2011. Filmnya yang disutradarai Mark Romanek dan screenplay-nya ditulis Alex Garland, dirilis setahun lebih dulu dan dibintangi oleh Andrew Garfield, Carey Mulligan, dan Kiera Knightley. Makin berpikiran dong gue kalau ceritanya tentang remaja, tetapi pada suatu hari gue membaca ulasan tentang cerita ini. Mereka bilang, Never Let Me Go adalah kisah fiksi ilmiah–tentang kloning. Itu jadi alasan gue untuk baca dan nonton filmnya.

Tema dan latarnya di pedesaan Inggris bikin gue inget dengan film Womb. Kalau Womb diceritakan dari si pelaku kloning, sementara NLMG ini dikisahkan dari para clone, atau di sini disebut dengan ‘donor’. Karena mereka memang bagian dari National Donor Program. Jadi, mereka didesain dan dibesarkan untuk dipanen bagi manusia-manusia yang butuh.

Womb dan NLMG sama-sama mengangkat masalah etika dalam kloning. Bahwa para clone tak ubahnya manusia yang lahir normal. Bedanya mereka sengaja didesain dengan tujuan tertentu–itu yang bikin persepsi orang-orang jadi berbeda banget. Masalah ini kentara banget ketika baca novel NLMG. Mirisnya ketika anak-anak yang dibesarkan sebagai donor itu sejak kecil sudah diberitahu kalau mereka itu donor. Mereka nggak akan jadi aktor atau kerja di kantor, tapi pada umur tertentu, sekitar umur 20 tahun, mereka akan mulai menyumbangkan organ-organnya. Mereka tahu dan sadar akan itu. Dan nganggap itu sebagai hal yang biasa-biasa aja.

Untuk filmnya sendiri, masalah etika itu lebih disampaikan secara tersirat sih, karena fokus ke hubungan Kathy, Tommy, dan Ruth. Sama-sama besar dan sekolah di Hailsham, sebuah sekolah berasrama untuk para donor. Pertemanan mereka itulah yang jadi jalan untuk mencari jawaban-jawaban. Setelah, keluar dari Hailsham, mereka bertiga dipindahkan ke tempat tinggal sementara yang disebut The Cottage. Di sana untuk pertama kalinya, mereka berinteraksi dengan donor dari sekolah lain, yang karena udah duluan tinggal disebut ‘veteran’. Pada suatu hari, mereka bertiga diajak pergi ke kota dekat situ oleh pasangan Rodney dan Chirisse untuk ngeliat seseorang yang mungkin adalah versi original dari Ruth. Dari pasangan tersebut juga mereka dengar rumor kalau ada pasangan yang saling cinta banget, masa donornya bisa ditunda beberapa tahun. Ketiganya kaku gitu berinteraksi dengan orang-orang, karena mereka memang nggak pernah keluar dari lingkungan sekolah juga cottage. Itu juga yang bikin hubungan mereka ketiga makin rumit. Sampai akhirnya, Kathy milih duluan untuk keluar cottage dengan menjadi Perawat bagi para donor sebelum masa donornya dimulai. Akan tetapi, Ruth dan Tommy nggak seberuntung dia, jadi harus ngejalanin masa donor duluan. Setelah sekian tahun berpisah, mereka mencoba untuk memperbaiki hubungan lagi.

never let me go 2

Baik novel atau film, keduanya dituturkan dari sudut pandang Kathy. Padahal, untuk film gue berharap bisa ngeliat dari segala sisi, namun nggak dan itu nggak mengecewakan juga sih. Alur di film lebih mudah dinikmati dibanding novelnya. Penuturan novelnya bersifat non-linier. Jadi, si karakter ini bercerita tentang masa lalu, dalam ceritanya ada ingatan lain lagi. Kayak melantur, lompat dari pikiran satu ke yang lain. Cuma masih bersambungan satu dengan lainnya. Kalau bisa survive di bab 1-2, sampai belakang pasti lebih mudah ngikutinnya.

Di novel, cerita ini kayak detail. Perubahan tindak karakternya diceritakan pasti berkaitan dengan detail-detail kecil, kayak misalnya majalah porno, kaset Judy Bridgewater, dan banyak hal lainnya. Di film, lumayan sih ketangkep detail-detail tersebut. Namun, banyak di antaranya, terutama cerita tentang Norfolk–sudut yang hilang, dihapus dari film. Padahal, itu bercandaan paling seru dan gue inget dari buku. Hal-hal kecil begitu yang bikin novelnya ngalir banget berceritanya. Termasuk ketika tahu kenyataan kalau mereka adalah clone, gue yang baca pun jadi ngerasa biasa aja, karena Kathy sendiri nganggap itu biasa!

Hubungan Kathy-Ruth-Tommy jauh lebih kompleks dan rumit dibanding di film. Bahkan Kathy dan Tommy dari awal nggak ada indikasi taksir-menaksir, mereka teman dekat! Juga, hubungan Kathy dan Ruth yang sebenarnya banyak naik-turunnya dan penuh dinamika, jadi begitu sederhana di film. Gimana karakter Ruth digambarkan di novel itu bikin gemes banget deh pokoknya.

Meski tetap ada hal-hal yang bikin bertanya-tanya, kenapa nggak pernah ada dari mereka yang memberontak gitu. Malah selow aja ngejalanin hidup, meski akhirnya begitu. Rasanya miris dan sedih aja gitu.

Gue enjoy baik baca buku dan nonton filmnya. Baiknya sih, kamu baca novelnya dulu, baru nonton filmnya. Karena sekitar 20 menit pertama (act 1) di film terasa cepat banget. Banyak detail yang nggak tersampaikan, terlebih mengenai seklah Hailsham. Tentang gimana pragmatisnya anak-anak itu terhadap kenyataan kalau mereka cuma donor. Detail tentang galeri Madame. Sisa durasi filmnya tetap apik. Cuma ya memang berasa kayak rangkuman aja, meski gue bisa bilang adaptasinya cukup bagus. Di act 3, ini bener-bener menguras emosi. Paduan dari latar yang indah, musik yang melankolis, dan akting para pemainnya yang total banget, bikin nangis deh. Padahal, bukunya aja nggak sampai bikin gue nangis!

adegan ini ngingetin banget sama film womb!

adegan ini ngingetin banget sama film womb!

Advertisement

3 thoughts on “Never Let Me Go

  1. Buku yang mesti fokus ya? hehe… nanti deh bacanya. Soalnya aku sekali baca buku bisa 3-5 sekaligus. Lompat-lompat. cepet bosen 🙂

    Buku yang ada filmnya, kenapa gak dibuat thread tersendiri? supaya pembaca tahu kalau buku tersebut ada filmnya. Atau film tersebut ada bukunya. Seperti: Blindness, Face of another, Curious case of Bejamin Button (cerpen), Prestige dll

    NB: Aku udah lama ngidam buku Blindness. Eh, udah dapat malah dianggurin. Lalu belum lama ini baru tahu ternyata udah ada filmnya. Kalau kata Dean, “Awesome…”

    • Tergantung sih. Buatku sih harus fokus karena kalimatnya sering panjang-panjang dan gaya prosanya memang bukan kesukaanku, hehe.
      Soalnya, ngereview film-buku seringnya sesuka hati sih, kalau lagi pengin dan bukunya bisa/mudah dicari aku bikin satu postingan sendiri. Tapi kalau jangka waktu baca buku dan nonton filmnya agak lama, suka males bikin dua postingan. Hihihi.
      Aku belum tahu tentang Blindness.
      Thanks Hume selalu mampir dan ninggalin komentar! 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s