film

Interstellar

int_fbfarm

Interstellar adalah kisah cinta di luar angkasa. Cinta, hmm, bukan terbatas cinta yang sempit antara dua orang, akan tetapi lebih dari itu. Interstellar adalah surat cinta dari seorang ayah untuk anak-anaknya. Ungkapan kekaguman dari seseorang tentang betapa indah dan misteriusnya luar angkasa serta segala hal yang menginspirasinya. Interstellar adalah sebuah pengingat, kalau manusia (Homo sapiens) hanya memiliki Bumi sekarang. Dan kini, kita dalam proses menghancurkannya sendiri. Setelah itu, mau ke mana lagi?

Pertanyaan itu akan dijawab dalam 169 menit durasi. ‘Cinta’-nya akan ditunjukkan oleh seluruh elemen yang ada di sana. Christopher Nolan dan timnya merangkum banyak hal dalam kisah space opera yang megah ini, sisi-sisi kemanusiaan dan ilmiah yang dipadu jadi satu. Jadi, kalau kamu berharap ada adegan action ala The Dark Knight atau Inception, kamu akan kecewa. Sekali lagi, aku tekankan ya, kalau Interstellar ini adalah kisah cinta.

Ehem, tulisan ini bakal panjang. Maka, siapin teh manis untuk jadi teman membaca. OH YA. MENGANDUNG SPOILER BERAT.

Interstellar berkisah tentang Bumi di masa depan yang mengalami kerusakan ekologis dan kemunduran teknologi. Anak-anak di sekolahkan untuk menjadi petani karena universitas tidak lagi menerima mahasiswa dan manusia kala itu lebih membutuhkan makanan dibandingkan gawai canggih. Badai pasir datang secara kontinu dan mematikan tanaman pangan, teknologi yang sekarang terasa biasa saja punah saat itu, dan di masa itu hiduplah Cooper, mantan pilot dan seorang duda dengan dua orang anak.

Cooper, yang menurut Donald—mertuanya, adalah orang yang nggak sesuai dengan masanya karena nggak bisa menggunakan bakatnya (sebagai pilot) dengan maksimal. Sementara waktu itu, riset-riset luar angkasa sudah ditutup, karena, ya jelas aja, siapa yang mau lihat uang pajak yang dibayar dihambur-hamburkan untuk jalan-jalan keluar angkasa, sementara orang-orang di Bumi kelaparan.

Nah, itu latar belakang Bumi di Interstellar. Tinggal jagung tanaman pangan yang ada saat itu. Nggak terlalu jelas kenapa terjadi kemunduran teknologi juga. Sedangkan, bencana ekologisnya karena ada semacam serangan hama yang mengonsumsi nitrogen dan akhirnya bikin tanaman pangan mati juga menghasilkan debu-debu. Sebesar apa lingkup bencananya pun nggak diperlihatkan, ya pokoknya Amerika Serikat-lah yang ketiban sial bencana itu yang jelas.

Dari sini, tulisan bakal penuh spoiler, langsung aja ke bawah untuk kesimpulan atau baca REVIEW INTERSTELLAR NON-SPOILER.

la_ca_1023_interstellar

Cinta.

Tentu aja, ada beberapa orang yang masih cinta dengan manusia dan punya insting bertahan hidup dengan harapan yang tinggi. Mereka sekelompok orang yang berdiri di bawah NASA yang ternyata masih melakukan riset dengan diam-diam. Pertemuan Cooper dan NASA ini nanti aku bahas sendiri ya, di hubungan Cooper dan Murph.

Mereka yang dipimpin oleh Profesor Brand (Michael Caine) menemukan wormhole (lubang cacing) di dekat Saturnus. Sepuluh tahun lalu, mereka mengirim beberapa orang ke sana, ke beberapa sistem keplanetan yang memiliki planet berpotensi layak huni bagi Homo sapiens.

Oleh Profesor Brand, Cooper yang dulunya pilot terbaik yang NASA miliki sebelum kecelakaan dan habis itu nasibnya nggak diketahui NASA, diminta untuk memiloti Ranger dan membawa Endurace, spacecraft yang sudah hampir selesai, ke dalam wormhole. Tentu saja, alasan yang diajukan Brand adalah untuk menyelamatkan anak-anak Coop dan menyelamatkan dunia dan… mereka.

Berangkatlah Coop ke luar angkasa, ditemani Amelia Brand (Anne Hathaway), seorang biologist yang membawa 900 kg telur cikal bakal umat manusia, Doyle (Wes Bentley), dan Romily (David Gyasi). Beserta dua robot yang berbentuk seperti monolith di 2001: A Space Odyssey, TARS (diisi suaranya oleh Bill Irwin) dan CASE (Jon Stewart).

Perjalanan mereka menuju lubang cacing ini adalah bagian favoritku. Pemandangannya luar biasa. LUAR BIASA. Aku nahan napas ketika Ranger naik melewati atmosfer, kemudian suara apapun dari layar hilang sama sekali. Cuma ekor Ranger, luar angkasa yang kebiruan, dan permukaan Bumi yang diselimuti awan putih. Itu indah banget, tapi masih biasa sih yang ini.

Adegan Ranger docking ke Endurance juga diperlihatkan dengan detail. Gimana tim kecil tersebut bekerja sama dengan keren. Termasuk TARS dan CASE yang selalu mencuri perhatian dari pergerakan-pergerakan mereka yang unik. Apalagi TARS, yang jadi bintang banget deh dari Interstellar ini, becandaan-becandaannya bikin ketawa mulu.

635505429981243250-INTERSTELLAR-03

Chris Nolan membangun replika Ranger yang berukuran 80% dari aslinya. Selain, karena beliau memang nggak mau pakai CGI, itu juga ngasih pengalaman pada aktor biar merasakan kalau mereka benar-benara ada di pesawat luar angkasa. Hasilnya memang nggak mengecewakan sih, visualisasinya memang bagus sekali. Pokoknya manjain mata banget.

Akan tetapi, yang jadi juaranya adalah ketika Endurance lewat dekat Saturnus. Dimulai dari memperlihatkan Saturnus dari jauh, ada kilauan matahari yang kecil banget. Sampai adegan selanjutnya, lebih dekat ke Saturnus, aku kira awalnya cuma lihat layar isinya Saturn-porn doang, tapi di bawah cincin… kelihatan kerlap-kerlip cahaya. Itu… Endurance yang melintas. Bikin mata berkaca-kaca banget. Memperlihatkan banget betapa kecilnya skala Endurance dibanding Saturnus, ya yang meski kita nggak tahu berapa jauh jarak dari kamera ke Endurance dan Saturnus. Pokonya adegan itu top banget! TOP-lah! *peluk Chris*

Saat kamu masih terpana dan terpukau oleh Saturnus, para crew dibangunkan dari cryotube dan diberitahu kalau mereka hampir mencapai wormhole. Lagi-lagi, Nolan pakai pendekatan yang sama dengan saat kita dikasih lihat Saturnus. Diawali dengan adegan lucu antara Romily dan Cooper (serius, aku masih ketawa nginget ini karena aku mungkin bakal seantusias Romily), yang minta biar Endurance putarannya dihentikan. Dari kaca jendela Ranger… ada bola yang berkedip di kejauhan, lubang cacingnya! Lubang cacingnya! Aku berteriak dalam hati. Indah betul.

Setelah itu, tentu aja, kita diajak masuk lubang cacing. Itu rasanya kayak duduk di kursi nggak bergerak. Lihat bintang-bintang yang seolah mengalir. Begitu indah. Begitu sesuatu yang kerasa nggak bisa dinikmati secara nyata dalam hidup (hahaha duh susah cari ungkapan lain). Chris Nolan bisaan banget pokoknyalah. Kayak jatuh cinta lagi rasanya.

Sepanjang itu nahan napas… sampai keluar dari wormhole masih diam membisu. Ngelihat Endurance berlayar di tengah lautan bintang-bintang terus dan terus dan aku nggak punya kata lain buat mengungkapkan betapa indah hal itu. Dan masih diam ketika dari kejauhan, kita dilihatin Gargantua si lubang hitam tua, waktu itu mungkin sebesar matahari kalau dilihat dari permukaan Bumi, tapi dalam bentuk yang lebih… alien.

Mereka berempat harus memutuskan, berdasarkan sinyal yang diterima, planet mana yang harus dikunjungi lebih dulu: Planet si Miller yang paling dekat dengan Gargantua, planet tempat Dr. Mann, atau planet tempat Edmund? Hmm. Ketiganya punya risiko. Dan perjalanan ke luar angkasa, tak pernah lepas dari risiko, mereka harus memilih.

Pilihan itu membawa mereka dalam situasi mencekam. Ya, nggak pernah ada yang bisa memperhitungkan akurat apa yang terjadi di lapangan. Sebagus apapun rencana, realitas tetep bisa melesetin ke sana kemari. Itu yang terjadi pada Coop dkk. Pada kita yang juga nonton dan ikutan tegang.

Aku nggak akan cerita bagian ini terlalu mendetail karena ini bagian dari plot banget dan cukup twisted. Hanya saja, di bagian planet alien ini, diperlihatkan bahwa manusia bisa begitu egois karena tujuannya. Ya, manusia punya cinta, tapi itu juga salah satu hal yang bikin mereka jadi mementingkan kepentingan dan diharuskan mau memilih antara hal-hal yang berat.

Akan tetapi, lagi-lagi, di sana, kita disuguhi pemandangan yang huah! Ketika Ranger terbang di atas hamparan air dan berselancar di ombak. Sewaktu mereka meniti gunung-gunung es. Saat diperlihatkan awan-awan beku di atas kepala, itu benar-benar keren sik. Benar-benar… alien.

Kalau kamu pikir itu sudah semua dikasih oleh Chris, belum! Belum sama sekali. Karakter utama dalam film ini, si Gargantua, baru akan mulai peran pentingnya setelah mereka keluar dari planet es.

Nah, saat inilah, saat Endurance melintas lubang hitam. Lagi-lagi, aku cuma bisa diam di kursi. Ngeliat dengan pandangan terpana. Mungkin kalau di komik ada bintang-bintang gitu di mataku. Endurance yang bergerak di event horizon. Tepian Gargantua yang berupa sinar terang yang terus bergerak. Aku nggak tahu gimana harus menjelaskannya. Ini pengalaman yang harus kamu alami sendiri. Paling bisa cuma dua kata: indah dan epik!

INTERSTELLAR

Cinta dan Keluarga.

Dari awal, aku udah tekankan kalau nyawa dari film ini adalah cinta. Drama antara Coop dan anak perempuannya, Murph. Cerita ini dibuka oleh sekumpulan video dari orang-orang berusia lanjut yang bercerita tentang ladang jagung dan badai pasir. Baru setelah itu muncullah Murph yang bilang kepada Coop, “I think you’re the ghost, dad.”

‘The Ghost’ adalah konsep yang nggak akan aku sangka muncul di kisah ini. Mengejutkan, meski aku bisa mengira apa kaitannya dengan plot utama. Akan tetapi, nanti itu dibahas sendiri ya. Ini fokus dulu dengan Coop dan Murph.

Aku akui, aku baru dapet drama dan emosionalnya film ini ketika nonton kedua kali. Pertama aku duduk di bioskop dan nonton, keluar dari sana, aku justru ngerasa drama yang dikasih Chris dan Jonah terlalu melodrama. Hubungan Coop dan Murph nggak dalem, meski beberapa adegan mereka juara dan sangat menyentuh. Yep, untungnya akting Matthew McConaughey dan Mackenzie Foy bener-bener bikin adegannya hidup, jadi rada termaafkanlah adegan-adegan mereka yang ada hanya untuk menggerakkan plot, bukan untuk pengembangan hubungan karakter.

Bahkan ketika Murph dewasa dan Coop sampai ke galaksi lain, hubungan mereka berdua, masih aku rasa hambar. Kayak,aku tuh nggak dapet alasan kuat kenapa Murph harus berduka banget ditinggal ayahnya. Aku tahu kalau mereka orang tua, tapi tadi, adegan-adegan yang ada cuma untuk ngegerakin plot bikin ‘yaudah sih biarin aja pergi’.

Perbedaan aliran waktu memang salah satu bibit konflik favoritku di setiap cerita space opera. Buatku, bibit itu ditanam untuk Murph dan Coop udah bagus banget. Apalagi kalau mereka dikasih screen time lebih. Aku bahkan ngeharapin Tom (Timothy Chalamet) , anak sulung Coop juga dikasih kesempatan yang sama. Jadi, benar-benar fokus ke bapak dan anak-anaknya.

Ternyata, masih ada cinta yang lain yang disisipkan The Nolans ke ceritanya. Iyak, Amelia pun punya cerita. Ini, ini, bagian yang sampai dua kali nonton bikin aku tetep ngerasa gimana gitu pas denger. Iya sih kalimatnya kedengaran bagus dan puitis, tapi itu keluar dari mulut seorang scientist, mulut Amelia Brand yang karakternya kuat dan keras. Dia bilang: Corn Love is the one thing that transcends time and space. Kalau cinta adalah semacam artefak dari… (dari apa ya, dimensi yang paling tinggi atau apa gitu.)” Itu bikin aku mengerutkan kening, untungnya kebayar dengan adegan seru setelahnya.

Hubungan Amelia dan ayahnya, Profesor Brand pun nggak terlalu ditonjolkan. Justru, hubungan Profesor Brand kebangun dengan Murph. Terlebih adegan ketika Profesor Brand mengutip puisi dari Dylan Thomas dan nggak selesai. Itu adegan yang bagus sekali. Jessica Chastain yang memerankan Murph dewasa harusnya dapet apresiasi lebih besar daripada Anne Hathaway.

Masih banyak hubungan-hubungan dan drama lain sih. Berlapis banget. Makanya nggak semua kebagian fokus. Mungkin di draf aslinya, ada banyak adegan yang menceritakan seperti yang aku inginkan. Sesuatu yang menjelaskan semuanya. Agaknya, adegan-adegan itu berceceran di lantai ruang editing, tanpa pernah kita punya kesempatan untuk melihatnya. *nangis di pelukan Chris*

Setelah nonton kedua kali dan dapet kesempatan merenung setelah nonton yang pertama, aku kira di situ aku bisa dapet emosi yang mengaduk-aduknya. Aku lebih bisa simpati ke Murph dan Coop, nangis ketika mereka berpisah. Aku bisa lebih berempati sedikit kepada Amelia. Karena, aku rasa memang ini adalah drama keluarga, jadi, ada baiknya kalau kamu membuka hati sedikit #eeaaak.

Ada satu poin, yang benar-benar menohokku secara personal. Kali pertama nonton, aku berharap kalau Coop masuk lubang hitam dan mati, seperti teori-teori yang aku baca. Terserah mau itu singularitas lembut atau keras atau apalah. Aku merasa itu yang seharusnya terjadi. Dan, biar, biar manusia di Bumi coba untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Akan tetapi, aku nggak mendapatkan apa yang aku harapkan.

Pada saat itu, baru aku sadari, kalau kematian bisa jadi akhir, bisa jadi tragedi, bisa menyelesaikan sebuah cerita, tetapi tragedi terbesar yang terjadi di film ini adalah… kamu kehilangan waktu untuk bersama orang yang kamu sayangi, dalam hal ini orang tua dan anaknya. Coop kehilangan banyak sekali momen ngeliat Murph dan Tom dewasa, nggak bisa mendampingi mereka, dan menemani mereka untuk tumbuh dewasa. Bukankah, itu tragedi? Ketakutan seorang ayah/ibu ketika harus berpisah dari anak-anak mereka?

Dan di situ, aku nggak bisa untuk nggak nangis. Apalagi di akhir, ketika Murph bilang, “nggak seharusnya orang tua melihat anaknya meninggal dunia.”

Aku masih aja berkaca-kaca ketika nulis ini.

INTERSTELLAR

Bagian yang kutulis setelah ini bakal penuh spoiler untuk endingnya. Block untuk baca ya.

Cinta dan Dimensi Kelima.

Pertama kali nonton, aku bilang aku jengkel banget dengan third act-nya. Rasanya tuh campur aduk. Visualisasi yang keren banget? Ya. Amat sangat keren. Akan tetapi, kenapa Chris dan Jonah memilih hal itu untuk menyelesaikan masalah yang disajikan dari awal. Apalagi setelah semua hal-hal ilmiah yang dikasih di depan dan tiba-tiba jreeeng Coop dilempar ke tesseract.

Tesseract adalah suatu titik di dimensi kelima, setelah tiga dimensi dan waktu yang manusia tinggali, ada. Siapapun di sana, dia bisa mengakses waktu. Ya, waktu dari berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Maju, mundur, naik, turun. Namun, dimensi kelima itu juga memberi batasan jelas dengan tiga dimensi yang kita tinggali.

Coop setelah jatuh ke lubang hitam, dia terlontar dari pesawatnya, melayang dalam kegelapan hingga akhirnya jatuh pada suatu tempat. Yang kita tahu, itu adalah di balik lemari buku kamar Murph. Dalam keterbatasan itu dia mencari cara untuk memberi tahu Murph agar… melarangnya pergi.

Ya, ya, jadi aku dapat kesempatan nonton dua kali dan waktu berpikir di antara jedanya. Yep, belum ada orang yang pernah jatuh ke dalam wormhole. Yang kita tahu selama ini hanya teori. Dari situ, fisika yang ada di dalam film ini adalah fisika teori, termasuk juga dimensi kelima ini.

Lagi pula, penyelesaian seperti ini, aku juga temui di Contact dan 2001: ASO. Kedua film ini, aku ngerasa baik-baik aja. Kenapa dengan Interstellar, aku nggak bisa nerima? Akhirnya, ketika nonton kedua dengan kesimpulan: fisika teori dan apapun bisa terjadi di balik lubang hitam, aku lebih bisa nerima penyelesaian yang diberikan The Nolans sih. Justru, adegan yang tadinya bikin pikiranku berbunga-bunga malah akhirnya memukau. Itu adegan yang luar biasa. Adegan di infinite library itu… bikin pikiranku meletup-letup.

Adegan itu menjawab dua pertanyaan yang disajikan dari awal ‘siapa mereka’ dan ‘siapa hantu’. Ya, sesungguhnya tentang dimensi kelima ini juga udah dikasih hint dari awal sih. Nggak tiba-tiba muncul. Yah, beberapa orang benar-benar jatuh cinta dengan adegan ini, beberapa lagi terganggu. Akan tetapi, kembali lagi ke akting McConaughey yang super, bikin level emosional adegan yang isinya kebanyakan monolog dia itu jadi benar-benar mengena.

Ketika tesseract terlipat dan Coop melayang di ruang bebas, itu juga salah satu adegan terbaik dari film ini. Bahwa kita bukan apa-apa dibanding semesta yang begitu megah dan penuh misteri ini.

tumblr_ndupsnb3dg1qej1i6o3_1280

Aku nonton film ini di IMAX sesuai dengan yang direkomendasikan Chris. Meskipun di Indonesia, cuma ada IMAX versi digital sih, tapi pengin banget nyoba yang 70 mm. Hiks. Ada beberapa adegan yang memang bikin Interstellar ini ditonton di layar besar, IMAX (rekomendasi) atau bioskop lain yang terjangkau.

Nonton di bioskop juga bikin kamu ngerasain pengalaman dengan soundtrack-nya yang dahsyat. Yang kadang malah kerasa terlalu keras, haha, dan bikin dialognya jadi nggak terlalu kedengeran. Hans Zimmer yang ngerjain soundtrack ini, kali ini beliau banyak bereksplorasi dengan organ. Jadi, jauh dari soundtrack Inception ataupun The Dark Knight Trilogy.

Dari film-film Chris, Interstellar menurutku sangat berbeda dengan yang sudah-sudah. Emosi yang kuat di sini, hampir nggak ditemukan di film yang lain. Meski masih mengusung hal-hal filosofis, termasuk tentang ‘waktu’. Seperti, film-filmnya Chris yang lain, Interstellar masih mengandung ‘sisi ganjil’ layaknya yang sudah-sudah. Sesuatu yang mengganggu pikiranmu,tapi kerasa pas di semesta cerita yang dibangun Chris dan Jonathan.

Film ini punya cakupan yang lebih besar dan megah dibanding Inception dan The Dark Knight Rises. Akan tetapi, cukup berhasil menyampaikan pesan-pesan sederhana (yang beberapa kerasa terpaksa sih) dan juga menjelaskan fisika secara sederhana. Terlebih ada Kip Thorne yang jadi EP dan visualisasi lubang hitam yang mereka bangun adalah sesuatu yang benar secara ilmiah. Meskipun begitu, ada juga bagian sains-nya yang kurang tepat, seperti yang ditulis Phil Plait di reviewnya (wajib baca kalau kamu tertarik pada sisi sainsnya). Buatku sih, aku senang kalau sainsnya disampaikan dengan tepat, tapi aku bisa mengerti kalau sainsnya disesuaikan dengan kebutuhan cerita dan perlu dimodifikasi (karena aku juga sering begitu).

Interstellar menunjukkan betapa hubungan antar manusia, anak dan orang tua, adalah sesuatu yang kuat dan tak terpatahkan. Menjadi orang tua dan punya anak, selain karena insting primer bertahan hidup dan memaksimalkan fungsi sebagai bagian dari populasi Homo sapiens, adalah pengalaman berharga dan spiritual. Sesuatu yang pribadi bagi setiap orang dan itu… indah. Mungkin nggak semua orang ingin jadi orang tua atau bisa menjadi orang tua, tetapi di sini, di film ini… anak adalah harapan. Sejauh apapun kita pergi, seberat apapun yang kita lakukan, itu kita lakukan untuk anak kita, untuk bikin dunia ini lebih baik buat mereka.

Seperti juga, nggak semua orang bisa punya hubungan baik dengan keluarga biologis. Aku kira semua orang di dunia ini punya ‘sesuatu’ yang disebut keluarga. Film ini juga ngasih lihat betapa nelangsanya manusia tanpa orang lain. Dan itu, bukanlah kelemahan, tapi kelebihan kita sebagai spesies manusia. Untuk saling melindungi dan memperingatkan. Untuk jadi alasan satu sama lain dan pendukung kalau kita adalah spesies yang layak diselamatkan.

Aku nggak pernah ingat kali pertama aku tertarik pada angkasa luar, tapi film ini aku harap bisa jadi magnet buat anak-anak. Bahwa ada banyak hal di luar sana, di Bumi dan jauh di luarnya yang bisa dieksplorasi. Bahwa sejak awal, kita udah dilahirkan sebagai penjelajah. Namun, kita nggak akan bisa jadi penjelajah tanpa keberanian untuk mencari tahu apa yang belum diketahui dan meninggalkan kenyamanan yang dimiliki. Kita nggak akan pernah mendapatkan perubahan dan sesuatu yang baru jika tidak mau meninggalkan masa lalu.

Mungkin film ini ratingnya nggak terlalu wah. Mungkin film ini dibilang bagus karena nama orang-orang yang bikin. Mungkin film ini overrated. Aku rasa nonton sesuatu itu adalah pengalaman pribadi, komentar yang keluar dari mereka pun kesan pribadi. Apapun yang kamu dengar, aku merekomendasikan film ini untukmu. Kamu bisa nonton dengan siapa saja. Masuklah tanpa ekspektasi apa-apa dan kamu akan menemukan keindahan. Kalau memang nggak kena dengan ceritanya, sinematografi dan desain produksinya benar-benar menghibur. Aku sendiri sudah nonton dua kali dan aku ingin lagi dan lagi dan lagi. 😀

.

.

Edit 9 November: tentang ending dan tautan tentang sainsnya.

Matthew, Jonah, dan Emma Thomas (produser)

Kalau kalian setelah dari bioskop dan duduk di rumah, minum kopi, kemudian tidur, lalu bangun dan masih punya pertanyaan tentang ending dari Interstellar. Aku rekomendasikan banget untuk baca interview IGN dengan Jonathan Nolan (co-writer Interstellar dan si bungsu dari The Nolans). Kalau kamu pikir mereka pilih rak buku di kamar Murph hanya sebagai hiasan dinding… kamu mungkin nggak nangkep metaforanya, seperti aku. Dan Jonah, di interview tersebut menjelaskan dengan bikin heartwarming banget.

“It’s no coincidence that it’s a bookcase that is the symbol for that sequence in the film, because there’s no better symbol for the repository of information passed down from one generation to the next. Look at anyone’s bookcase at home, no matter how modest, and you’re going to find a book that contains wisdom or ideas or a language that’s at least a thousand years old. And the idea that humans have created a mechanism to time travel, to hurl ideas into the future, it sort of bookends. Books are a time machine.

Lebih lengkap tentang artikelnya, kamu bisa baca di sini. Buatku, itu menjawab banget pertanyaan kenapa Jonah dan Chris pilih metode ‘itu’ untuk menyelesaikan cerita mereka. Jawaban-jawaban Jonah juga inspiratif banget! Makin kagum dengan mereka berdua.

Kalau kamu tertarik banget dengan sains-nya dan merasa artikel dari Phil Plait serta Wired yang kusertakan di atas belum memuaskan dahagamu, kamu bisa nonton ‘The Science of Interstellar‘ (siapapun yang ngupload ke YouTube, terima kasih banyak!) dan baca-baca artikel dari PopSci. Kalau pesan Profesor Kip Thorne dan Chris sih, harus banget baca buku yang ditulis Prof Kip, The Science of Interstellar. Di situ dijelaskan juga tentang ending dan klimaks Interstellar yang fantastis. Walau ya, kita sama-sama masih ada kekurangan dan ketidakakuratan untuk sains di filmnya, tetapi aku senang banget ada film yang bikin orang tertarik sama sains dan membahasnya beramai-ramai.

.

.

Edit 12 November: Interstellar timeline

Kalau masih bingung juga setelah nonton, Dogan Can Gundogdu berbaik hati bikinin infografik Interstellar. Mungkin dengan gambar, kamu yang masih bingung bisa lebih mengerti. 😀 (via Huffington Post)

interstellar chart

Advertisement

8 thoughts on “Interstellar

    • pertama: ukuran layar dan resolusi gambar IMAX jauh lebih superior dibanding 21/XXI
      kedua: sound
      ketiga: Interstellar sebagian adegannya diambil menggunakan kamera IMAX

  1. Thanks atas postingan inii..
    Aku blm sempet nontoon Interstellar.. tp ini adalah jenis film favoritku. Sci-fi dgn latar luar angkasa..

    Baca tulisanmu aja uda bikin merinding, apalagi nonton langsung.. ><

    • Menurut artikel di IGN itu, Chris dan Jonathan memilih rak buku sebagai simbol dari sesuatu yang berhasil melintasi waktu. Ilmu dan memori yang ditulis bertahun-tahun lalu, bisa sampai dan masih di hidup di tangan orang-orang di masa sekarang. Bagi mereka itu adalah simbolisasi mesin waktu.

      Cooper bisa jatuh di balik rak buku… itu kan sebenarnya cooper ada di dimensi kelima. ‘Mereka’ yang membangun dimensi kelima memilih momen-momen Murph di kamarnya untuk ditunjukkan kepada Cooper agar Cooper lebih termotivasi dan mudah mengerti apa maksud dan tujuan dia bawa ke dimensi kelima.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s